Senin, 08 November 2010

FEMINISME SEBAGAI FILSAFAT POLITIK


Dalam konteks tertentu, masalah feminisme selalu hadir, khususnya selama perempuan tetap tersubordinasi. Feminisme sendiri menentang proses subordinasi tersebut. Terkadang perlawanannya bersifat kolektif dan dengan penuh kesadaran. Namun, kerap pula perlawanannya bersifat sendiri-sendiri dan dengan setengah kesadaran. Perempuan hanya dilihat perannya secara sosial melalui kemalangan, kecanduan obat dan alkohol bahkan kasus kegilaan. Bagaimanapun dalam kurun waktu dua sampai tiga ratus tahun terakhir ini, hal itu telah menumbuhkan gerakan feminis yang nyata dan tersebar luas dan mencoba melakukan perlawanan dengan cara yang terorganisir menentang penindasan terhadap perempuan.

Pertama kali suara feminisme terdengar di daratan Inggris pada abad ke-17. Dua ratus tahun kemudian, lebih banyak suara mulai bicara secara berkelompok. Selanjutnya, terdengar pula di Perancis dan Amerika Serikat. Feminisme yang terorganisir muncul saat transformasi ekonomi-politik kapitalisme terjadi, yaitu ketika industri mulai berkembang di Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat yang mengadopsi sistem politik demokrasi perwakilan. Perubahan ekonomi dan politik secara drastis ini merubah situasi perempuan dan cara merasakan situasi tersebut. Kebanyakan perubahan ini merupakan hasil transformasi signifikan ekonomi dan politik keluarga.

Awal periode modern, proses produksi diorganisir melalui rumah tangga. Dan, kalangan keluarga bangsawan masih memiliki pengaruh politik yang penting meskipun sistem feodal telah digantikan oleh negara yang tersentralisir. Dalam keanggotaan keluarga, perempuan terjamin statusnya baik dalam proses produksi maupun pemerintahan. Meskipun demikian, status itu lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan kalangan bangsawan sangat menikmati kekuasaan politiknya melalui pengaruhnya terhadap keluarga mereka. Dan, perempuan yang telah menikah yang bukan dari kalangan bangsawan memiliki kekuasaan dalam bidang ekonomi di keluarganya karena proses produksi dikelola melalui rumah tangga.

Era praindustri, sebagian besar perempuan terintegrasi secara solid dalam sistem kerja produktif yang diperlakukan untuk kelangsungan hidup keluarganya. Masa ini, perawatan anak dan segala sesuatu yang kita kenal dengan pekejaan domestik hanya sebagian dari waktu kerja perempuan. Sebagai tambahan tugas domestik ini, sebagian besar perempuan memberi kontribusi penting untuk proses produksi pangan melalui beternak unggas dan lebah; membuat susu, menanam sayuran; mereka bertanggung jawab atas proses dan pengawetan pangan; memintal kapas dan wol lalu menjahit atau merajutnya menjadi pakaian; membuat sabun dan lilin, mengakumulasikan pengetahuan obat-obatan dan memproduksi ramuan tumbuh-tumbuhan yang manjur. Kontribusi penting perempuan bagi kelangsungan hidup masyarakat sangat jelas sehingga tidak ada alasan untuk mempertanyakan kembali tempat perempuan dalam masyarakat sebagai kenyataan alamiah.

Dampak industrialisasi, bersamaan dengan tumbuhnya negara demokrasi, meruntuhkan dan merombak total hubungan tradisional yang telah terumuskan oleh masyarakat praindustri. Industrialisasi mentransformasi keluarga dan mengacaukan posisi tradisional perempuan. Perempuan dari kelas yang lebih tinggi kehilangan kekuatan politiknya dengan kemunduran posisi keluarga aristokratis dan tumbuhnya negara demokrasi. Demikian pula perempuan dari kelas yang lebih rendah. Industrialisasi telah memindahkan kerja tradsional perempuan di rumah tangga ke pabrik. Sekalipun, banyak perempuan bekerja di pabrik khususnya awal periode industrialisasi. Kerja tradisional yang dimaksudkan ialah kontrol perempuan dikurangi pada industri vital seperti pengolahan makanan, tekstil, dan garmen. Penurunan kontribusi perempuan dalam rumah tangga kemudian meningkatkan ketergantungan mereka pada suami dan melemahkan kekuatannya berhadapan dengan suaminya.

Pada saat yang sama, perubahan ekonomi dan politik mengarah pada pembatasan status ekonomi dan politik perempuan. Hal itu memberikan janji tentang status baru perempuan. Salah satunya, tidak menyebutkan soal keanggotaan keluarga. Misalnya, pabrik dengan sistem upah dan kesempatan kerja dibuka untuk perempuan. Hal ini awal kemerdekaan ekonomi di luar rumah tangga yang terpisah dari suami. Demikian juga, idealisme demokrasi baru yaitu kesetaraan dan otonomi individu yang menyediakan dasar bagi perubahan anggapan tradisional tentang subordinasi perempuan oleh laki-laki. Hal yang bertentangan dari pembangunan ekonomi dan politik ialah bahwa posisi perempuan dalam masyarakat tak lagi sebagai kenyataan alamiah. Malah, perempuan, sebagaimana dimaksudkan kalangan Marxis dengan istilah "persoalan perempuan". Persoalan tersebut menunjukkan tempat perempuan dalam masyarakat industri yang baru dan banyak jawaban diajukan oleh kalangan feminisme yang terorganisir tentang itu.

Dalam dua atau tiga abad keberadaannya, feminisme yang terorganisir tak lagi bicara dengan suara tunggal. Sebagaimana feminisme awal muncul sebagai respon terhadap perubahan kondisi masyarakat Inggris abad ke-17, maka perubahan lingkungan sejak itu mendorong tampilnya tuntutan kalangan feminis. Misalnya, soal hak pilih dan keluarga berencana merupakan sasaran kampanye mereka. Sebagian besar kebangunan feminisme muncul akhir 1960-an dengan gerakan pembebasan perempuan. Gerakan ini melampaui semua gelombang feminisme sebelumnya, dalam memperluas konsentrasi dan kedalaman kritikannya. Gerakan itu lebih umum daripada gerakan feminis sebelumnya, yakni dengan sajian analisis yang multidimensi tentang penindasan terhadap perempuan dan melimpahnya pandangan mengenai pembebasan perempuan.

"Feminisme" berasal dari bahasa Perancis. Di Amerika Serikat, feminisme dikenal sebagai "gerakan perempuan" abad ke-19. Dalam arti, berbagai jenis kelompok yang semua tujuannya sejalan ataupun tidak, mengarah pada "kemajuan" posisi perempuan. Ketika istilah "feminisme" diperkenalkan ke Amerika Serikat awal abad ke-20, hal itu hanya merujuk pada kelompok khusus kegiatan yaitu advokasi hak asasi perempuan. Kelompok yang menegaskan keunikan perempuan, pengalaman misterius dari keibuan dan kemurnian khas perempuan. Ehrenreich dan Inggris menyebut trend dalam gerakan perempuan ini sebagai "romantisme seksual". Lawannya ialah kecenderungan dominan "rasionalisme seksual". Berseberangan dengan feminis romantis, maka feminis rasionalis seksual berpendapat bahwa subordinasi perempuan tak rasional bukan karena perempuan lebih lemah daripada laki-laki, melainkan menyangkut persamaan dasar antara perempuan dan laki-laki. Dalam konteks kini, makna "feminnisme" abad ke-19 telah menghilang. Sekarang, feminisme umumnya mengacu pada semua usaha yang mencoba, tidak peduli latar belakang nya, untuk mengakhiri subordinasi. Feminisme ini penggunaannya ditentang oleh beberapa aktivis seperti Linda Gordon. Oleh karena, kaum feminis menuntut agar usaha itu menyentuh tiap aspek kehidupan. Istilah feminisme membawa perubahan emosional yang kuat. Dalam beberapa hal, ada makna yang merendahkan namun ada yang menghargai. Pada gilirannya, beberapa orang menyangkal istilah "feminis" terhadap mereka yang menuntut dan yang memberikan kesetujuan pada pihak yang menerimanya. Teori mereka masih merupakan konsep keadilan. Dapat dikatakan bahwa teori feminis belum cukup kuat jika masih bersifat konseptual.

Gerakan pembebasan perempuan menjadi ragam pokok feminisme masyarakat Barat kontemporer. Beraneka nama gerakan demikian mencerminkan konteks politik asal kemunculannya dan kata-kunci yang membedakannya dari bentuk feminisme awal. Feminisme awal menggunakan bahasa "hak" dan "kesetaraan", namun feminisme akhir 1960-an menggunakan istilah "penindasan" dan "kebebasan". Istilah itu menjadi kata kunci untuk kalangan aktivis politik. Dalam perkembangan gerakan pembebasan (pembebasan kulit hitam, gay, pembebasan dunia ketiga, dsb.) tak terhitung nilainya bahwa feminisme itu menyatakan dirinya sebagai "gerakan pembebasan perempuan". Perubahan dalam bahasa merefleksikan suatu perkembangan pemikiran yang bermakna di dalam perspektif politik feminisme kontemporer.

Asal-usul istilah "penindasan" yaitu dari bahasa Latin yang artinya, "menekan atas" atau "menekan melawan". Maksudnya, seseorang yang ditekan mengalami pembatasan atas kemerdekaannya. Tidak semua pembatasan atas kemerdekaan individu bersifat penindasan. Seseorang tidak ditindas oleh fenomena alam yang sederhana, seperti kekuatan daya tarik bumi, salju, dan kekeringan. Malah, penindasan merupakan hasil perantaraan manusia. Secara manusiawi, itu memungkinkan pembatasan kemerdekaan terhadap seseorang.

Tidak semua sifat yang membatasi kebebasan seseorang adalah penindasan. Penindasan harus bersifat tidak adil. Andaikata anda berada di sebuah kapal bersama sembilan orang lainnya, hanya ada enam porsi makanan, lalu makanan tersebut dibagi secara demokratis untuk kesepuluh orang yang ada dengan bagian yang sama, dan anda tidak dapat makan makanan satu porsi penuh. Maka, anda tidak dapat mengatakan bahwa hal ini sebagai bentuk pembatasan kemerdekaan anda atau bentuk penindasan. Sepanjang anda menerima pembagian itu secara adil. Oleh karenanya, penindasan adalah ketiakadilan yang membatasi kemerdekaan individu atau kelompok.

Pembebasan ada hubungannya dengan penindasan. Pembebasan mewujudkan pembatasan atas penindasan. Jelas dari rumusan itu bahwa ada hubungan konseptual antara penindasan dan pembebasan. Di atas satu telapak tangan dan idealisme politik tradisional dari kemerdekaan dan keadilan pada sisi lainnya. Berbicara tentang penindasan dan pembebasan, tidaklah sederhana untuk memperkenalkan istilah baru kepada gagasan lama. Ketika konsep penindasan dan pembebasan dihubungkan secara konseptual pada dataran filosofis yang umum seperti kemerdekaan, keadilan dan kesetaraan yang tidak bisa direduksi tanpa kehilangan konsepnya. Pembicaraan tentang penindasan dan pembebasan tidak hanya memperkenalkan terminologi politik baru, namun sebuah perspektif baru dalam dunia politik. Sebuah perspektif menyaratkan kedinamisan daripada statis di masyarakat dan dipengaruhi oleh ide Marxis dari perlawanan kelas. Penindasan adalah beban pembatasan; yang menganjurkan bahwa masalah itu bukan hasil dari ketidakberuntungan, ketidaktahuan atau prasangka tapi lebih karena sebuah kelompok yang secara aktif mensubordinasi kelompok lain demi kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, berbicara masalah penindasan seperti komitmen para feminis menyangkut pandangan dunia yang mencakup sedikitnya dua kelompok dengan kepentingan yang berlawanan, antara penindas dan yang ditindas. Ada pandangan dunia yang menjelaskan bahwa perlahan-lahan pandangan dominan terhadap pembebasan bukan seperti yang dicapai oleh debat tradisional. Bahkan, kelompok menjadi hasil dari perlawanan politik.

Proses pelawanan lebih dari akhir penindasan yang mengadvokasi kebebasan dan karakterisasi yang lengkap dari tujuan akhir. Hal itu melemahkan usaha untuk merencanakan utopia, dengan menyusun konsep apa yang akan dibebaskan haruslah menjadi revisi yang terus-menerus. Pengetahuan alami manusia termasuk sifat manusia makin berkembang. Kita memperoleh lebih banyak pengetahuan menuju kemungkinan akan kebajikan manusia dan mempelajari bagaimana manusia bisa meraih itu melalui peningkatan kendali terhadap diri kita dan dunia. Kekeringan bukanlah kutukan Tuhan, melainkan hasil kegagalan untuk memperhitungkan konservasi air secara tepat. Penyakit dan kekurangan gizi tak lagi sesuatu yang tak bisa dihindari, melainkan hasil dari kebijakan sosial. Konsekuensinya, pembatasan yang dipandang sebagai kenyataan alami ditransformasi kedalam praktik penindasan. Secara bersamaan, wilayah kemungkinan kebebasan manusia diperluas. Pada prinsipnya, kebebasan bukanlah pencapaian akhir suatu keadaan melainkan proses eliminasi bentuk-bentuk penindasan yang muncul secara terus-menerus.

Sumber bacaan : Alison M. Jaggar, Feminist Politics and Human Nature,  
                   Rowman & Allanheld, USA, 1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar